Mari Teladani Rosulullah SAW
- Posted by Media Al-Izzah
- Date 30 October 2020
Bulan Rabí’ul Awwál, bulan yang didalamnya telah terjadi sebuah peristiwa bersejarah dan sangat dimuliakan segenap umat Islam sebab di bulan Rabi’ul Awwal 15 abad yang silam; telah lahir seorang manusia mulia yang kemudian diangkat oleh ALLÁH SWT sebagai utusan-Nya untuk membawa syiar Islam.
Nabi Muhammad SAW yang dilahirkan di tengah-tengah kejahiliyaan bangsa
Arab, harus menerima kenyataan dilahirkan dalam keadaan yatim. Bahkan
sepeninggal ayahnya, Abdullah; dalam usia yang sangat belia, ibunya pun Aminah meninggal dunia, sehingga dia harus dirawat oleh Khalimatussa’diyah dan kakeknya Abdul Mutthalib; yang kemudian keduanya juga harus menyusul menghadap ke panggilan ALLÁH SWT.
Dalam keadaan demikian, sehingga saat itu dikenal dengan tahun kesedihan.
Akan tetapi, dibalik kesedihan dan cobaan yang dialami itu, ALLÁH telah
menyiapkan suatu paket tanggungjawab keumatan yang akan diemban Nabi
Muhammad SAW.
Hal ini menunjukkan betapa ALLÁH SWT mengingatkan kita semua bahwa sesungguhnya dibalik cobaan kesulitan yang ALLÁH berikan, niscaya terhimpun makna dan hikmah. ALLÁH SWT berfirman :
“Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu, (pasti) ada kemudahan. Sesungguhnya di antara kesulitan itu, (pasti) ada kemudahan.” (QS. Al Insyirah; 5-6)
Pada dasarnya, peristiwa maulid atau kelahiran Nabi Muhammad SAW yang kita peringati setiap tahun, seharusnya tidak sekedar kita peringati dalam bentuk seremonial belaka, namun mutlak bagi segenap umat Islam untuk menghayati bahkan mengamalkan seluruh makna dan hikmah yang terkandung dari peringatan Maulid tersebut sehingga terbentuklah kepribadian muslim sejati.
Dalam kaitan itu, sepatutnya kita merenungkan salah satu hadits Nabi SAW yang artinya : “Sesungguhnya aku diutus oleh ALLÁH SWT untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”Sabda Nabi tersebut sejalan dengan
penegasan ALLÁH SWT melalui firman-Nya, bahwa :
“Sungguh telah ada bagimu (contoh) keteladanan pada diri Rasulullah
(Muhammad).” (QS. Al Ahzab; 21)
Berdasarkan rangkaian ayatdan hadits di atas, maka minimal ada dua makna ataupun hikmah yang dapat kita petik dari peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, yaitu:
Pertama :
Nabi Muhammad SAW lahir dan diangkat sebagai pembawa risalah syiar kebenaran (al Islam) sebagai ajaran Tauhid atau ‘Aqidah yang Haq, sehingga setiap muslim dituntut untuk selalu melakukan evaluasi atau koreksi terhadap keikhlasan tauhidnya.Sebagai Aqidah yang haq,Islam muncul dan dibawa Nabi Muhammad SAW di tengah masyarakat Arab yang diliputi dan sangat akrab dengan kehidupan Jahiliyah yang disebabkan keyakinan sesembahan berhala yang diyakini sebagai tuhan berupa patung serta tempat-tempat tertentu yang dipandang angker atau syakral. Ajaran Islam yang diturunkan ALLÁH SWT sebagai wahyu-Nya kepada Rasulullah Muhammad SAW merupakan ajaran kebenaran Tauhid kepada ALLÁH sebagai satu-satunya Zat yang patutdisembahdanhanya kepada-Nyalah memohon segala pertolongan.Oleh karena itu, sebagai wujud kecintaan kepada Nabiyullah SAW sekaligus bentuk ketaatan kepada ALLÁH SWT,
maka seharusnya setiap insan berupaya semaksimal mungkin untuk memperbaiki dan mengikhlaskan Tauhidnya serta mengamalkan ibadah secara ikhlas dan berusaha agar tidak menodai ibadahnya dengan berbagai
bentuk kemusyrikan, misalnya; berkeyakinan bahwa ada tempat-tempat atau
benda-bendatertentuyangdianggap angker, keramat atau memiliki keajaiban sehingga menggiring hatinya untuk melakukan sesajian. Tegasnya bahwa hanya ALLÁH semata Tuhan kita serta hanya kepada-Nya kita berserah diri.
Kedua :
Rasululah SAW diutus sebagai Uswatun Hasanah (panutan atau teladan yang baik) bagi segenap manusia. Selaku pembawa risalah Islam, Nabi Muhammad SAW dinobatkan sebagai Rasul ALLÁH; telah dimodali
dengan karakter sikap kepribadian dan keteladanan yang sangat mulia, sehingga sepatutnya dari peringatan Maulid itu, setiap insan Mu’min dituntut
untuk merefleksikan, menghayati dan mengamalkan berbagai sifat dan perbuatan mulia yang dimiliki Nabi Muhammad SAW, antara lain:
1. Shiddiq, artinya jujur/berkata benar;
2. Amanah, yakni terpercaya/memegang teguh kepercayaan;
3. Tabligh, artinya senantiasa menyampaikan kebenaran sekalipun terasa pahit atau berat; serta
4. Fathanah, yang berarti cerdas karena ketekunan dan keuletan.Suatu hal yang mutlak kita yakini dengan sungguh-sungguh dan ikhlas bahwa ALLÁH memilih dan mengutus Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul-Nya bukan semata-mata bagi suatu kelompok umat saja, namun sesungguhnyaRasulullah
merupakan figur terbaik yang diperuntukkan bagi segenap umat manusia. Hal
ini didasarkan pada firman ALLÁH SWT :
“Dan tidaklah kami mengutus engkau (Muhammad), kecuali untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al Anbiyá: 107)
Oleh karenanya, adalah sebuah kerugian bahkan merupakan pengingkaran apabila ada sekelompok manusia yang enggan atau tidak pernah mengakui
kerasulan Muhammad SAW; termasuk bagi umat Islam yang kikir bershalawat kepadanya.
Akhirnya, Mudah-mudahan ALLÁH SWT berkenan
membimbing kita semua lahir dan batin, menjadikan kita sebagai mu’min yang meneladani Tauhid dan akhlak Rasulullah SAW; sehingga kita senantiasa berada dalam ridha dan perlindungan ALLÁH SWT, Aamiin.